Monday, December 27, 2004

Target Moore: Industri Farmasi

Setelah mengguncang dunia dan membuat George Bush kebakaran jenggot dengan Fahrenheit 9/11, kini Michael Moore mengintai industri farmasi Amerika. Sejumlah perusahaan farmasi mulai cemas dan membuat memo internal bagi karyawannya agar hati-hati terhadap lelaki betopi baseball itu. "We ran a story in our online newspaper saying Moore is embarking on a documentary and if you see a scruffy guy in a baseball cap, you'll know who it is," kata Stephen Lederer, juru bicara Pfizer Global Research and Development.

Tinggalkan Rumah Batu, Kembali ke Kayu

Hasil peninjauan pakar bangunan tahan gempa dan pendiri Asosiasi Ahli Gempa Indonesia, Teddy Boen, ke Nabire, Papua, pascagempa di daerah itu menunjukkan bahwa rumah yang rusak akibat gempa hanya 45 persen. Kebanyakan rumah tembok yang tidak memenuhi teknis konstruksi. Sedangkan yang tidak mengalami kerusakan justru rumah tradisional dari kayu. Kondisi serupa ia jumpai hampir di semua wilayah di Indonesia yang dilanda gempa hebat, termasuk Alor, Nusa Tenggara Timur. "Ini menunjukkan rumah tradisional sebagai warisan intelektual nenek moyang lebih teruji," kata Teddy.

Kini gempa dan tsunami melanda Aceh dan Nias, Sumatera Utara dengan ribuan korban telah jatuh. Kita belum tahu rumah macam apa yang selamat. Namun, kita pemerintah dan warga di kawasan yang sering mengalami gempa patut mempertimbangkan untuk meninggalkan rumah batu dan kembali ke rumah kayu tahan gempa seperti rumah tahan gempa di Bengkulu rancangan Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi. Bila perlu pemerintah hanya mengijinkan rumah-rumah tahan gempa dibangun di kawasan rentan gempa. Namun, pemerintah juga wajib membangun infrastruktur untuk mengantisipasinya, misalnya membangun jalur evakuasi dan tempat-tempat perlindungan yang aman (perlindungan bawah tanah?). Dengan kata lain, sebuah kawasan rentan gempa seharusnya sudah sejak dini dirancang menghadapi bencana alam itu secara komprehensif. Bencana yang tidak diantisipasi adalah kebebalan yang tak termaafkan.

Saturday, November 27, 2004

Beremas/Bermaafan

Saya kutipkan sebuah pantun Melayu lama , Beremas/Bermaafan :


Pucuk pauh delima lah batu

Anak sembilan tangan di tapak lah tangan

Tuan lah jauh negeri yang satu

Hilang di mata di hati lah jangan

Lepas bermas beremas lah pula

Emas sekupang dibagi lah lima

Lepas bermaaf bermaaf lah pula

Maaf lah seorang bermaaf lah semuanya

Mohon maaf lahir batin.

Tabik.

Wednesday, October 06, 2004

Pemenang, Pergantian

Senin (4/10/2004) sore itu, Komisi Pemilihan Umum menetapkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (profil) - Jusuf Kalla (profil) sebagai pemenang pemilu dan menetapkan keduanya sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Sementara, situasi di sekitar Jalan Kebagusan IV No. 45, kediaman Presiden Megawati, ramai dihadiri para wartawan yang menunggu pernyataan Mega. Tak ada pernyataan hingga keesokan harinya. Tapi, semuanya berjalan tenang, tanpa gejolak, meski jauh hari sejumlah orang berpikir akan terjadi gejolak hebat bila Mega kalah. Suatu keadaan yang jauh berbeda kala Gus Dur "dijatuhkan" oleh MPR pada Senin (23/7/2001). Saya mencatat kejatuhan itu dalam sebuah fitur pendek "Malam Terpanjang di Dunia" di bawah ini.

Sunday, July 11, 2004

Don't Cry

Aku menulis bagian ini di pagi buta sambil mendengar jeritan Dont Cry-nya Guns 'N Roses: Ah, hampir setengah tahun situs ini tak kusentuh. Banyak yang berubah. Amien Rais tereliminasi di babak pertama Pemilihan Presiden. Gus Dur ngamuk-ngamuk pada KPU. SBY tersenyum, yakin akan terus maju. Mega bakal pusing, nih. Wiranto masih yakin akan melangkah ke babak kedua.

Namun, di luar itu, blog-blog personal orang Indonesia telah meramaikan dunia cyber ini. Menyenangkan dan mengasyikkan. Lebih mengasyikkan lagi karena aku menerima sejumlah surat-e yang memuji, mengkritik, dan terutama mendorong agar situs ini tetap eksis. Terima kasih atas perhatian anda-anda yang--kukenal atau tidak--telah memberiku satu alasan lagi agar situs ini terus diperbaharui. But, karena ketaksempatan, maka baru satu dua file lama yang tak sengaja kutemukan, lalu kuletakkan di sini. Selamat membaca dan tanggapan Anda akan kusambut dengan tangan terbuka.

Tabik.

Tuesday, June 01, 2004

Siapa Takut Golput?

Argumen tentang kemungkinan kenaikan suara golput pada pemilu akan datang hanya dapat diterima bila kita mengandaikan bahwa dalam kurun waktu yang sangat pendek menyusul jatuhnya rezim Orde Baru kita berhasil mentransformasikan sistem politik Indonesia menjadi sistem politik rasional yang berkembang di atas basis kelas sosial yang "tebal" dan "independen". Argumen itu tidak memiliki pijakan teoritis dan empiris yang kokoh. Maka, hal itu tidak dapat dijadikan dasar untuk membuat perhitungan tentang apa yang akan terjadi pada Pemilu 2004. Itu kata Nasikun, dosen Sosiologi FISIPOL dan Ketua Divisi Penelitian Pusat Studi Sosial Asia Tenggara UGM.

Friday, February 27, 2004

Mata Jahat Kamera

Sepanjang Kamis (12/2) kemarin, nyaris semua media terkecoh oleh Akbar Tanjung. Dengan kecerdasannya, orang nomor satu di Partai Golkar itu memanfaatkan televisi untuk ikut memainkan "politik ruang keluarga" yang dia skenariokan. Mata jahat kamera telah melakukan itu.

Friday, February 13, 2004

Dissenting Opinion Hakim Rahman

Hakim agung memutuskan mengabulkan permohonan kasasi Akbar Tandjung dalam kasus penyelewengan dana nonbujeter Bulog sebesar Rp 40 miliar untuk program raskin pada Kamis (12/2/2004). Tapi, putusan itu lonjong, karena hakim Abdul Rahman Saleh berbeda pendapat dan mengajukan dissenting opinion, di antaranya "Akbar terbukti melakukan perbuatan tercela karena tidak bisa menunjukkan usaha minimum yang pantas untuk melindungi uang negara sebesar Rp 40 miliar yang telah dipercayakan presiden kepadanya, juga untuk berkoordinasi dengan menteri terkait."

Sunday, February 01, 2004

Menumpulkan Logika Publik

Isu kolor ijo yang cukup menghebohkan, tayangan-tayangan televisi yang tidak rasional, serta klaim yang menyatakan bahwa masyarakat kini merindukan masa-masa Orde Baru adalah sisi lain dari upaya sistematis untuk menumpulkan logika publik. Celakanya, kalangan terdidik yang duduk pada lembaga-lembaga strategis justru ikut memelihara dan memanfaatkan situasi tersebut.

Wednesday, January 21, 2004

Demokrasi Tanpa Demokrat

Sosiolog Ralf Dahrendorf dalam artikel Democracy Without Democrats menilai definisi Popper tentang demokrasi tidaklah membantu ketika ia berhadapan dengan pertanyaan apa jadinya jika yang digusur dari kekuasaan percaya akan demokrasi, sedangkan mereka yang menggantikannya tidak? Apa jadinya, dengan kata lain, jika orang-orang "yang salah" terpilih?.

Monday, January 05, 2004

Kisah Pesulap India yang Menegakkan Seutas Tali

Pernah dengar cerita ini: seorang fakir India menyulap seutas tali jadi tegak menuju langit di udara hingga tak terlihat. Lalu seorang bocah 6 tahunan memanjat "tiang" tali itu hingga 30-40 kaki dari tanah. Tak lama kemudian, tali itu lenyap. Cerita itu dikisahkan oleh sepasang wisatawan Amerika yang baru kembali dari India dan dimuat di Chicago Daily Tribune, 8 Agustus 1890. Beberapa bulan kemudian, editor koran itu baru menyadari bahwa cerita itu bohong dan dua wisatawan itu tak pernah ada. Tapi, telat, cerita itu terlanjur dicetak di koran-koran dan jurnal di seluruh dunia. Anda barangkali satu dari jutaan orang yang mempercayainya, bukan? Cerita itu dibongkar Peter Lamont dalam bukunya, The Rise of the Indian Rope Trick.

Kutukan Diah Ayu

Itu hari paling kelabu dalam sejarah kolonial. 142 orang Belanda totok mati dalam sehari pada 1878. Pelakunya Diah Ayu si tukang masak. Surat kabar saat itu hanya melaporkan mengenai "kematian-kematian wajar yang mencurigakan" di sekitar Batavia. Itulah Kutukan Dapur kata Eka Kurniawan.

Membunuh Freud

Dengan Interpretation of Dreams, Freud telah menarik sains jatuh ke dalam lenggangan mistiknya. Yap, kemenangan Freud telah menjadi bencana. Psikonalisa telah mensubversi hakikat rasionalitas Barat, mengganti sebuah wacana haram jadah bagi konvensi dialog yang menghargai fakta yang dipelihara peradaban sejak Socrates. Todd Dufresne mencoba mengidentifikasi ekses pascastrukturalisme dan pascamodernisme dalam Killing Freud: 20th-century culture and the death of psychoanalysis.

Searching...

Custom Search