Sunday, September 16, 2001

Alfred Hitchcock dan Kebetulan-Kebetulannya

PARIS - Tippi Hedren diteror burung-burung gila. Cary Grant tercampak melintasi Gunung Rushmore. Janet Leigh terjebak mati di kamar mandi.

Tak ada pembuat film lain yang begitu sering dibicarakan dibandingkan dengan Alfred Hitchcock. Kini, setelah 20 tahun berlalu dari kematiannya, salah satu museum Paris terdepan, Pompidou Center, membantu Anda untuk melacak akar kekuatan sinematik sutradara horor legendaris tersebut melalui sebuah pameran yang digelar hingga 24 September nanti.



Pameran bertajuk Hitchcock: Fatal Coincidences itu sebenarnya sebuah pameran yang tak biasa untuk museum tersebut. Namun, kenyataannya, museum tersebut ramai didatangi para pengunjung regulernya.

Pameran tersebut menampilkan 200 karya seni yang terdiri dari penggalan dari film-film horor Hitchcock dan sejumlah karya yang dipercayai para kurator menginspirasikan Hitchcock secara langsung maupun tak langsung. Karya-karya itu membentang dari lukisan-lukisan Paul Klee, seniman terdepan abad ke-20 dari Swiss, hingga buku bergambarnya Edgar Allan Poe, sastrawan Amerika yang terkenal dengan fiksi horornya. Karya-karya itu bercampur dengan 300 foto yang diambil saat syuting film Hitchcock, storyboards, sketsa, dan ekstrak 40 fillmnya.

"Karya-karya ini dihadirkan dalam pameran ini untuk mengajak para penonton untuk lebih memahami tipuan visual tertentu yang adad di alam pikiran Hitchcockian," kata Dominique Paini, satu dari kurator pameran ini.

Hitchcock lahir pada 1899, hanya beberapa tahun setelah film ditemukan. Hitchcock muda ini tertarik pada kriminalitas dan cara menceritakannya. Dia mengikuti sejumlah kasus-kasus pembunuhan yang dilaporkan di koran-koran lokal dan membaca buku-buku fiksi detektif dan thriller, serta mengunyah apa pun yang ditulis Edgar Alan Poe.

"Sangat menyenangkan karena aku begitu sibuk dengan kisah-kisah Poe yang kemudian kubuat kisah-kisah suspense," kata Hitchcock suatu kali. "Aku mencoba meletakkannya pada film-filmku apa yang Edgar Allan Poe letakkan dalam novel-novelnya: sebuah cerita sungguh-sungguh sukar dipercaya yang diceritakan kepada para pembaca dengan logika yang sangat menarik yang membuatmu terkesan seakan-akan hal yang sama akan terjadi padamu esok," katanya.

Hitchcock adalah pecinta seni dan kolektor yang secara bertahap menambahkan dimensi estetik secara visual pada kisah-kisahnya tentang pembunuhan dan kejutan. Mungkin, yang perlu dicatat adalah kolaborasinya dengan empu surealis Salvador Dali yang diminta Hitchcock untuk merancang potongan-potongan mimpi aneh dalam film misterinya, Spellbound. Di film itu, Ingrid Bergman berperan sebagai seorang psikiater yang mencoba menolong Gregory Peck yang tengah mengalami kesulitan.

Namun, hubungan antara kedua seniman besar itu mungkin cuma satu kebetulan, sebagaimana tersurat dalam judul pameran tersebut. Selain Dali dan Hitchcock, sejumlah kebetulan lain terjadi pula. Lighthouse Hill, lukisan karya Edward Hopper pada 1927, misalnya, menampilkan suatu kesendirian yang sama dengan bangunan Bates Motel dalam film Psycho yang menampilkan bagaimana Janet Leigh tertikam mati. Rotorelief No. 3, karya Marcel Duchamp pada 1953, seperti prototipe poster film Vertigo (1958). Sementara itu, Red Curly Hair, lukisan surealis Domenico Gnoli pada 1969, menampilkan serangkai rambut yang terurai di bahu, seperti adegan ciuman panas Ingrid Bergman dan Cary Grant dalam Notorious.

Karya-karya lain yang dipamerkan termasuk film pribadi Hitchcock yang menunjukkan sang sutradara tengah bermain-main dengan putrinya, Patricia, dan terulang dalam sekuen kamar mandi terkenal dalam Psycho.

Hitchcock sebenarnya punya citarasa humor yang segar meski ada yang begitu kejam, seperti "Aku tidak mengatakan bahwa para aktor adalah ternak. Yang aku katakan adalah para aktor seharusnya diperlakukan seperti ternak". Tapi, ada satu lelucon yang selalu dia sampaikan soal artis yang tampil di film-filmnya. "Itu sangat berguna," katanya, "Kami membutuhkan seseorang untuk mengisi satu adegan. Lalu, di dalamnya dia menjadi seorang penyihir dan kemudian seringkali menjadi sebuah lelucon."

iwank | ap

Sumber : Koran Tempo, 16 September 2001

No comments:

Post a Comment

Searching...

Custom Search