Thursday, February 28, 2002

Badai Salju oleh Aleksandr Pushkin

Pikiran Rakyat, 28 Februari 2002

BADAI SALJU

Aleksandr Pushkin

KISAH ini terjadi pada tahun 1812. Marya Gavrilovna adalah seorang gadis muda yang cantik dan berbahagia. Dia berusia 17 tahun dan jatuh cinta pada seorang perwira tentara bernama Vladimir. Dia menulis surat-surat yang panjang pada si perwira dan Vladimir muda menulis jawaban-jawaban tak kalah panjangnya, ia titipkan lewat pelayan Marya. Dua insan dimabuk cinta ini pun bertemu di sebuah hutan dekat rumah Marya. Namun orang tua Marya Gavrilovna memergoki pertemuan-pertemuan mereka, dan mereka melarang keras anak gadisnya melakukan pertemuan-pertemuan lagi. Marya patah hati. Namun Vladimir masih berkirim surat-surat kepadanya secara rahasia dan panjang pula.

Marya gemar membaca novel-novel Prancis. Dalam kisah cintanya, seringkali para sejoli itu dipisahkan orang tua. Jika itu terjadi, mereka akan melarikan diri lalu melakukan pernikahan diam-diam. Oleh sebab itu, Marya memutuskan untuk melarikan diri bersama Vladimir.

Vladimir mengatakan bahwa dia akan mencari seorang pendeta untuk menikahkan mereka. Mereka akan pergi ke gereja itu diam-diam. Mereka yakin bahwa setelah mereka menikah dan menghilang selama beberapa bulan, maka kedua orang tua Marya akan memaafkan dan menerima mereka kembali. Marya yang setuju pada rencara Vladimir menceritakan rencananya itu pada pelayannya. yang segera setuju untuk membantu mereka. Marya dan pelayannya berencana untuk meninggalkan rumah pada malam hari lewat pintu belakang. Vladimir akan mengirim kereta salju untuk menjemput mereka di ujung kebun, kemudian sopir Vladimir akan membawa kedua gadis muda itu ke desa berikutnya. Di sana, Vladimir akan menunggu Marya di gereja untuk menikah.

Marya memasukkan pakaiannya dalam tas dan berlian serta perhiasan lainnya ke dalam kotak. Kemudian dia menulis surat pada orang tuanya berisi permohonan maaf. Dia turun ke bawah untuk makan malam. Wajahnya pucat.

"Ada apa, Masha, sayangku? Tanya ibunya.

"Tidak ada apa-apa," Jawab Marya, mencoba tersenyum. "Saya sakit kepala dan saya tidak terlalu lapar. Saya kira lebih baik saya tiduran saja."

Dia memberi ciuman selamat malam pada ibunya dan naik ke loteng. Di kamarnya, dia merenungi rencana kabur dari rumah dan orang tuanya. Dia mulai menangis.

**

DALAM pada itu, dini hari Vladimir berangkat menuju desa Zhadrino. Pendeta di gereja Zhadrino sudah setuju untuk menikahkan Vladimir dan Marya. Vladimir juga sudah mendapatkan dua orang saksi nikah. Seorang polisi desa dan perwira tua setuju untuk berada di gereja Zhadrino jam sembilan tiga puluh malam itu.

Jam delapan, Vladimir mengirim sopirnya untuk menjemput Marya dan pelayannya. Vladimir kemudian menyiapkan sebuah kereta salju untuk pergi ke Zhadrino.

**

JAM sembilan tepat, Marya dan pelayannya meninggalkan rumah dengan diam-diam. Angin bertiup kencang. Badai salju sudah mulai. Salju menerpa wajah mereka. Mereka tak dapat melihat ujung kebun. Namun mereka dapat menemukan kereta salju yang menanti mereka. Sopir Vladimir berjalan naik turun agar tetap hangat. Dia membantu menaikkan mereka dan barang-barangnya naik kereta. Lalu mereka melaju menembus badai salju menuju Zhadrino.

**

VLADIMIR mengendarai keretanya menembus kepekatan salju. Dia tak bisa melihat apa-apa. Jalanan menghilang dalam badai salju. Dia mengendara keretanya lagi dan lagi namun tak juga tiba di Zhadrino. Dia tak bisa menemukan Zhadrino. Bahkan tak satu rumah pun dapat ia temukan. Vladimir tersesat!

Dia menjambret sebatang pohon kecil. Setidaknya pohon itu dapat sedikit melindunginya dari angin. Ketika salju mulai berkurang pekatnya, Vladimir merasa dapat mengenali sekitarnya. Namun tiba-tiba kereta saljunya tersangkut pada akar pohonan dan terjungkal. Vladimir tidak terluka, namun keretanya terjebak di salju. Angin menderu dengan deras dan badai makin menggila. Vladimir tidak bisa pergi ke manapun. Dia membawa kudanya berlindung di belakang kereta dan menunggu badai reda. Kelelahan membuatnya tertidur.

Cahaya matahari yang pertama membangunkannya. Dia nyaris membeku, namun dia masih mampu mendorong berdiri keretanya. Badai salju sudah berhenti dan dia dapat melihat asap mengepul dari cerobong rumah-rumah Zhadrino di jauhan. Dia bergegas ke sana. Tapi gereja Zhadrino terkunci. Dengan bergegas Vladimir pergi ke rumah pendeta untuk menanyakan apa yang terjadi dengan Marya

**

PAGI itu, seorang dokter dipanggil ke rumah Marya Gravilovna. Marya terbaring di ranjangnya. Untuk dua minggu lamanya orang tuanya tidak tahu apakah Marya bakal hidup atau mati. Sepanjang waktu itu, ibu Marya duduk di sampingnya. Marya kerap mengigau dalam tidurnya terus-menerus memanggili Vladimir.

Ibu Marya memutuskan bahwa Marya patah hati karena cintanya pada Vladimir. Dia membicarakan hal itu dengan suaminya dan mereka memutuskan untuk menulis surat pada Vladimir membolehkan Vladimir menikahi Marya. Tapi Vladimir telah pergi! Seusai berbicara dengan pendeta di Zhadrino, Vladimir segera pulang ke kesatuannya.

Pendeta di Zhadrino tak berkata apa-apa. Dia tak pernah berkata pada siapapun apa yang telah terjadi malam itu. Kedua saksi dan pelayan Marya pun menutup mulutnya. Rahasia Marya tersimpan rapi. Kedua orang tuanya tak pernah tahu bahwa anak gadis mereka pernah meninggalkan rumah tengah malam itu di bawah badai salju.

**

TAHUN 1812, Prancis menyerang Russia. Tentara Perancis menderu menerbu Moscow. Marya dan keluarganya berada jauh dari pertempuran. Ketika musim panas tiba, Marya sepenuhnya pulih kesehatannya. Namun dia menjadi gadis muda yang pendiam dan perenung. Dia tak lagi membaca novel-novel roman Perancis dan dia tidak pernah tertawa.

Kabar buruk tiba bulan September. Vladimir terluka di medan pertempuran Borodino. Marya jatuh sakit kembali, namun dia pulih lebih cepat sekarang.

Berita gawat menyusul tiba. Vladimir gugur di Moscow ketika tentara Napoleon menduduki kota itu. Ayah Marya juga jatuh sakit dan meninggal dunia sebelum tahun itu berakhir. Marya kini menjadi gadis cantik yang kaya namun penuh duka. Dia dan ibunya pindah ke tanah luas mereka di luar kota. Marya tidak memiliki teman dan tidak ingin bertemu siapa-siapa.

Ketika tentara Prancis menduduki Moscow, orang-orang Russia membakar kota. Mereka tidak ingin membiarkan tentara rancis mendapat makanan atau tempat berteduh. Tentara Prancis mereka tinggalkan untuk bertempur melawan musim dingin dan kalah. Napoleon membawa tentaranya kembali ke Perancis. Tentara Russia membuntuti mereka. Seratus ribuan tentara Prancis tewas.

Ketika tentara Russia pulang, mereka mendapat sambutan luar biasa. Banyak perwira diundang ke rumah Marya Gavrilovna. Dia sangat sopan, namun dingin. Saat itulah ia didekati seorang perwira muda bernama Burmin. Dia pemilik tanah luas tidak jauh dari tanah Marya. Dia pulang perang dengan bintang jasa bagi keberaniannya. Dia baru berumur dua puluh enam namun sudah menyandang pangkat kolonel. Dia juga sangat tampan. Burmin tidak seperti kebanyakan perwira. Dia seorang yang serius dan pendiam.

Di kesempatan berbeda, Marya dan ibunya mengundang Burmin ke rumah mereka. Sejak itu, mulailah Burmin datang ke rumah mereka setiap hari. Ibunya bertanya pada Marya siapa tahu ia sudah mulai berfikir untuk menikah. Tapi Marya menggelengkan kepala dan terlihat tertegun-tegun.

Suatu hari, Burmin datang ke rumah mereka dan menemukan ibu Marya duduk di perpustakaan. Burmin mengenakan seragam terbaiknya lengkap dengan lencana-lencananya.

"Bolehkah saya berbicara dengan puteri anda secara pribadi?" tanya Burmin.

"Tentu saja. Kolonel Burmin," jawab ibu Marya dengan senyum bahagia. "Dia ada di taman."

Marya Gavrilovna sedang membaca buku. Ia melihat Burnin berjalan melintas taman.

Burmin berdiri di hadapan Marya, mendekap topi di lengannya. "Aku datang ..." ucapnya membuka, "untuk mengajakmu menikah, tetapi..."

"Tetapi," tukas Marya, "Saya tidak akan pernah menjadi istrimu. Itukah selanjutnya?"

"Aku tahu engkau mencintai orang lain," ucap Burmin. "Dan aku tahu bahwa kematiannya membuatmu sangat bersedih. Namun, setelah tiga tahun tak dapatkah kau lupakan semua yang sudah lalu?"

Marya membisu. Ia memalingkan wajah dari Burmin. Memandang jauhan.

Burmin tampak berduka. "Aku memiliki rahasia untuk kukemukakan padamu," ucapnya. "Aku tidak dapat memintamu menikah denganku. Aku tak bebas lagi. Aku sudah menikah."

Marya memandang Burnin dengan terkejut.

"Tapi, ijinkan aku menceritakannya!" ucap Burmin. "Aku tidak pernah tahu di manakah istriku berada, bahkan aku tidak pernah tahu siapa namanya."

"Apa?" ucap Marya Gavrilovna. "Aneh sekali."

"Ijinkah aku untuk menceritakannya, maka kau akan mengerti."

"Silahkan," ucap Marya dengan sabar.

"Itu semua terjadi di awal tahun 1812." Burmin memulai. "Aku sedang berkereta ke Vinlo dan aku sudah terlambat, maka aku pergi dengan tergesa-gesa. Cuaca sangat buruk. Aku mengendarai keretaku sepanjang siang dan sepanjang malam tanpa tidur. Malam itu aku beruntung mendapat kuda aplusan di pos kereta. Kepala pos memintaku menunggu saja karena badai salju sudah mulai. Namun aku memutuskan untuk berangkat. Badai salju makin menggila dan aku kehilangan jalan. Salju membutakan mataku dan aku demikian letihnya. Aku minum vodka banyak sekali untuk membuat tubuh menjadi hangat. Tiba-tiba aku melihat cahaya dan segera menderap menuju ke sana. Cahaya itu datang dari sebuah gereja desa. Ada dua atau tiga kereta salju di luar gereja. Seseorang meneriakiku, "Jalan sini! Jalan sini!. Aku berjalan memasuki gereja sambil tak tahu di mana sebenarnya aku berada. Beberapa lilin menyala di sana. Sangat hangat di dalam. Maka akupun berdiri dengan mantel besarku, membeku dan diselimuti salju, sangat letih dan agak mabuk.

'Tuhan Maha Besar! Akhirnya kau datang,' ucap seseorang. Orang itu menggandeng tanganku dan membawanya pada seorang gadis muda bergaun pengantin. Seorang pendeta tua mulai mempersiapkan pernikahan. Aku gembira menjadi saksi, meskipun aku pikir ini aneh juga. Nampaknya mereka seperti menungu-nungguku. Pendeta itu nampak tergesa-gesa. Sebelum aku tahu benar apa yang terjadi, aku sudah menikah dengan perempuan itu.

'Silahkan saling mencium!" ucap sang Pendeta. Istri baru itu menarik kerudungnya dan maju menciumku. Aku membuka topiku. Dia memandangi wajahku di bawah cahaya lilin. 'Ini bukan dia!' ucapnya. Dia menangis dan jatuh pingsan. Pendeta dan para saksi bergerak menolong sang gadis. Aku berlari ke luar dari gereja, meloncat ke atas kereta saljuku, dan kabur."

"Tuhan memaafkan kita! Pekik Marya Gavrilovna. 'Apa yang terjadi dengan istrimu yang malang?"

"Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya," jawab Burmin. "Aku tidak pernah tahu nama desa itu. Apalagi setelah itu aku harus pergi berperang melawan tentara Napoleon. Kami membuntuti tentara Napoleon sepanjang jalan menuju Paris. Sekarang Aku tidak punya harapan untuk menemukan perempuan malang itu.

"Terpujilah Tuhan!" ucap Marya Gavrilovna, sambil menjemba tangan Burnin. "Jadi kamukah itu! Akulah perempuan yang kau nikahi di gereja Zhardrino.

Burnin memucat. Ia surukkan tubuhnya ke tanah bersimpuh di kaki Marya.***

*) Diindonesiakan oleh Agus R. Sarjono dari Aleksandr Pushkin, 1988, The Queen of Spades and Other Stories (NY: Heinemann)

No comments:

Post a Comment

Searching...

Custom Search