Monday, December 27, 2004

Tinggalkan Rumah Batu, Kembali ke Kayu

Hasil peninjauan pakar bangunan tahan gempa dan pendiri Asosiasi Ahli Gempa Indonesia, Teddy Boen, ke Nabire, Papua, pascagempa di daerah itu menunjukkan bahwa rumah yang rusak akibat gempa hanya 45 persen. Kebanyakan rumah tembok yang tidak memenuhi teknis konstruksi. Sedangkan yang tidak mengalami kerusakan justru rumah tradisional dari kayu. Kondisi serupa ia jumpai hampir di semua wilayah di Indonesia yang dilanda gempa hebat, termasuk Alor, Nusa Tenggara Timur. "Ini menunjukkan rumah tradisional sebagai warisan intelektual nenek moyang lebih teruji," kata Teddy.

Kini gempa dan tsunami melanda Aceh dan Nias, Sumatera Utara dengan ribuan korban telah jatuh. Kita belum tahu rumah macam apa yang selamat. Namun, kita pemerintah dan warga di kawasan yang sering mengalami gempa patut mempertimbangkan untuk meninggalkan rumah batu dan kembali ke rumah kayu tahan gempa seperti rumah tahan gempa di Bengkulu rancangan Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi. Bila perlu pemerintah hanya mengijinkan rumah-rumah tahan gempa dibangun di kawasan rentan gempa. Namun, pemerintah juga wajib membangun infrastruktur untuk mengantisipasinya, misalnya membangun jalur evakuasi dan tempat-tempat perlindungan yang aman (perlindungan bawah tanah?). Dengan kata lain, sebuah kawasan rentan gempa seharusnya sudah sejak dini dirancang menghadapi bencana alam itu secara komprehensif. Bencana yang tidak diantisipasi adalah kebebalan yang tak termaafkan.

No comments:

Post a Comment

Searching...

Custom Search