Friday, November 11, 2005

Puisi Miranda Risang Ayu

Miranda mengemail saya dan mengatakan bahwa puisi Doa Perempuan di situs Sajak-sajak Tanah Air yang diambil dari Republika Online (8/11/1998) itu keliru pemenggalannya. Dia lantas mengirimkan naskah aslinya "yang benar pemenggalan kalimatnya, sehingga memiliki ritme yang lebih mudah diikuti dan enak dibaca, dan benar penulisan huruf kecil dan huruf kapitalnya."


Terima kasih, Puan Miranda. Pembaca, silahkan Anda baca naskah Doa Perempuan itu.



DOA PEREMPUAN
(sebuah puisi)

Allah
Yang Maha Kasih dan Maha Sayang
tolong dengar kata-kataku.
Masih bolehkah kusapa Engkau seperti dulu:
Kekasih?

aku ingat
Kauhadir bersama langit dan bumi,
bersama air, angin, tetumbuhan dan kupu-kupu
dan di hadapan sekuntum bunga yang baru mekar
Kita tersenyum
hingga lenyap bumi lenyap semu
dalam wewangian.
aku ingat
Kauhadir bersama pekat malam
tanpa bulan tanpa perapian tanpa peraduan
dan aku lelap dalam sujud-Mu yang panjang
hingga hadir peri-peri kecil mengetuk pintu mengucapkan salam.

Itu semua ketika
aku berpaling dari segala yang bukan.
kumasak air dan air itu milik-Mu.
kutatap lekat perkawinan sayur-mayur di belanga
dalam ingatanku kepada-Mu.
kudekap anak-anak
titipan-Mu.
kubangun mimpi-mimpi
untuk kehadiran-Mu.
Dan kurasakan
Kau tersenyum
ketika ingatanku kepada-Mu
membuatku menemukan puasa tanpa berbuka
dalam tidur dan jagaku
yang terjadi semata-mata
karena kekuasaan-Mu.

Tetapi kini
kurasa aku memang tidak layak lagi
berkata-kata.

Lihat luka-luka yang kubuat
karena kebodohanku sendiri
yang cuma manusia.

Ternyata alam semesta masih milikku, aku merajainya
harta-benda rumah pakaian milikku, aku menimbunnya
keluarga anak-anak milikku, aku takut kehilangan mereka
perkiraanku milikku, aku mempercayainya
mimpi-mimpi milikku, aku rekayasa wujudnya
diriku milikku, kucemburui cerminnya
dan harga diriku juga milikku, enggan hancur aku oleh kefanaannya.

Bertahun-tahun, Tuhanku, kubuat harapan-harapan indah
seharusnya, demi hidup-Mu pada kematianku.
tetapi ternyata
hanya untuk buaianku.
kusalahkan orang-orang
sangkaku demi kebenaran-Mu
tetapi ternyata
hanya untuk kebenaranku.
kubuat pembenaran-pembenaran
maksudku untuk meninggikan-Mu
tetapi ternyata
untuk kebanggaanku.

Semua ternyata hanya
untuk memperpanjang nafasku saja.
betapa hinanya kemanusiaanku ini.

Tuhan,
dalam tubuh-tubuh manusia yang kelaparan
dalam tubuh-tubuh perempuan yang diperkosa
dalam tubuh-tubuh anak-anak yang hancur daging dan hatinya
dalam tubuh-tubuh yang
adalah kelaparan, kesakitan dan kedunguanku sendiri
Kau Maha Tahu
aku tidak mampu menghirup udara lagi.
setiap tarikan nafasku bau bangkai
setiap tangisku adalah darah busuk
dan seluruh tubuhku
adalah aib.

Tuhan
tolong jangan lupakan aku.

Demi ingatanku kepada-Mu, yang adalah anugerah-Mu
Katakan langit dan bumi adalah Kasih-Sayang-Mu,
cukuplah bencana berguncang
sampai di sini.
Katakan semua manusia satu,
cukuplah sumpah-serapah berdarah
berkecamuk di dalam ini.

Katakan esok
semua kelemahan terampuni
cukuplah penyesalan
membuat kesadaranku tenggelam
dalam ampunan-Mu.

Penyesalan ini
semoga abadi.
Penyesalan ini
semoga bukan ada
karena kesalahan-kesalahan lagi
Tetapi ada
karena Kau adalah Tuhan
dan kami ingin lebur
dalam Maha Kasih dan Sayang-Mu.

Tuhan Sayang,
aku minta selendang gendongan
untuk menimang dan membesarkan
kehidupan baru
yang mulai tumbuh
di sela-sela reruntuhan ini.

Boleh kan?

Miranda Risang Ayu
8 Agustus 1998

(Doa untuk Perdamaian Gelora Saparua, Bandung.
Didedikasikan untuk setiap orang yang tergilas roda reformasi)

No comments:

Post a Comment

Searching...

Custom Search