Saturday, May 01, 1999

Semangat Mei

"Semua orang tahu mengapa esok hari itu penting: besok adalah peringatan 70 tahun Gerakan Empat Mei, gerakan kepemimpinan politis mahasiswa dalam sejarah modern Cina. Kami semua bekerja dengan semangat khusus sehingga reli kami dapat tegak sebagai signifikansi sejarah hari itu. Hebatnya, mesin mimeograf kami mencetak 100.000 liflet, dan sorenya beberapa pimpinan mahasiswa dan intelektual --Wang Chaohua, Feng Congde, Wuer Kaixi (yang muncul kembali setelah beberapa hari bersembunyi), Zhou Yongjun, Lao he, dan Liu Xiaubao, seorang dosen Beijing Normal yang baru kembali dari Amerika untuk bergabung dengan gerakan ini-- berkumpul di pusat pemberitaan untuk membuat draf sebuah deklarasi yang akan dibacakan di lapangan Tiananmen. Draf akhir selesai pada pukul 3 dini hari, menyerukan demokrasi di kampus-kampus dan seluruh Cina," catat Shen Tong dalam memoarnya, Almost A Revolution.



Gerakan demokrasi yang diusung mahasiswa Cina punya sebuah semangat yang disebut "Semangat Empat Mei." Pada Tahun Naga 1989 semangat itu genap 70 tahun. Ketika kembali diperingati, Perdana Mentri Li Peng ternyata tak antusias, malah membatasi ruang gerak mahasiswa dengan hukum besinya: mahasiswa dilarang bicara dengan pers.

Namun, media dalam dan luar negeri kala itu mencatat kebrutalan tentara Cina yang bentrok dengan mahasiswa dan masyarakat di Lapangan Tiananmen. Pada awal bulan Juni tahun itu Tentara Pembebasan Rakyat Cina menyerbu Changan Avenue dengan tentara bersenjata dan tank. Peluru yang dimuntahkan bukan lagi peluru karet tapi peluru sungguhan. Tak ayal, korban pun berjatuhan.

Tak cuma mahasiswa Cina yang punya "Semangat Mei." Mahasiswa Prancis punya semangat serupa yang disebut Peristiwa Mei. Pada 6 Mei 1968 mahasiswa Prancis berdemonstrasi besar-besaran menuntut kebebasan dan turunnya rezim De Gaulle. Gerakan mahasiswa ini dibarengi gerakan massa rakyat dengan pendudukan pabrik dan pemogokan.

Bulan-bulan di tahun 1968 adalah bulan-bulan melelahkan bagi Prancis. Dalam tempo beberapa bulan telah terjadi perubahan mendasar dalam tatanan sosial dan politik. Gerakan mahasiswa itu bisa mendesakkan Pemilu Raya di Prancis beberapa bulan berikutnya.

Bulan Mei seolah menjadi bulan yang keramat. Bukankah puncak aksi mahasiswa Indonesia tahun 1998 ini adalah pada 20 Mei, yakni ketika Gedung DPR/MPR diduduki. Gerakan demokrasi yang menuntut reformasi total menjadi kata kunci gerakan mahasiswa saat ini.

Sekarang mahasiswa menuntut pengadilan terhadap mantan Presiden Soeharto, namun keraguan pada komitmen pemerintah untuk sungguh-sungguh melaksanakannya menjadi ganjalan. Padahal isu pertentangan mahasiswa terhadap keberadaan Soeharto berakar jauh dalam sejarahnya.

Sudah --katakanlah-- sejak gerakan mahasiswa 1970-an, nama Soeharto diagendakan dalam gerakan. Pasca Pemilu 1977, mahasiswa sudah meneriakkan pengunduran diri terhadap Soeharto. Tawaran dialog dari menteri-menteri ditepis oleh mahasiswa di berbagai kota.

"Kami tidak ingin bicara tentang strategi ekonomi. Kami ingin bicara tentang korupsi dan skandal, kemewahan, pemborosan, dan penyalahgunaan kekuasaan," kata mereka seperti dikutip Herbert Feith dalam The Indonesian Student Movement 1977/1978 (1978).

Semangat Mei rupanya tak pupus dari degup gerakan mahasiswa kini. Di tengah masa transisi kepemimpinan sekarang, degup itu mereka jaga mati-matian. Meski korban berjatuhan, mereka tahu bahwa bulan Mei adalah keramat dan harus dijaga kekeramatannya sebagai sebuah semangat yang tak pudar. Dan bulan Mei selalu akan datang setiap tahunnya.

Jakarta, Mei 1999

Kurniawan

No comments:

Post a Comment

Searching...

Custom Search