Friday, June 27, 2008

Hantu Baudrillard (2)

Imajinasi Hiperrealitas


Arthur Kroker, editor jurnal Ctheory, menyatakan dukanya dengan mempersembahkan serangkaian artikel oleh dan tentang Baudrillard di jurnalnya yang didedikasikan bagi diskusi pascamodernisme itu.


"Jika kita berduka atas kematian Jean Baudrillard," tulis Kroker, "itu juga dengan pengakuan bahwa kehadiran intelektualnya di dunia selalu ada lewat pernyataan dininya bahwa abad keduapuluh satu pasti akan terbabar tepat seperti yang dia gambarkan -- sebuah kegemparan besar politik atas prinsip-prinsip realitas yang saling tertarik dan bertentangan satu sama lain."




Pernyataan Kroker terdengar rumit dan bombastik. Namun, tampaknya tak ada sarjana filsafat masa kini yang dapat menolak bahwa teori hiperrealitas yang dikampanyekan Baudrillard telah menjadi virus yang mendominasi perbincangan filsafat dan kebudayaan di penghujung abad ke-20 dan awal abad ke-21.


Gagasan-gagasan Baudrillard dibahas baik di kalangan lingkaran dalam filsafat yang cenderung esoterik dan film-film laris seperti The Matrix (1999), karya sutradara Andy dan Larry Wachowski bersaudara.


Dua sutradara Amerika itu menyisipkan referensi kepada Baudrillard dalam film mereka. Di situ ada adegan Neo, sang hacker komputer, membuka buku Simulacra and Simulation karya Baudrillard. Buku itu cuma sebuah simulasi. Dalamnya bolong dan hanya menjadi tempat penyimpanan beberapa cakram program komputer bajakan.


Wachowski bersaudara mungkin hanya ingin bercanda. Baudrillard belakangan berkomentar bahwa referensi film itu pada karyanya itu "kebanyakan terbentur pada kesalahpahaman."


Kesalahpahaman itulah yang tampaknya mencuat ketika kabar kematian sang provokator pascamodernisme itu menyebar. Sejumlah komentar yang dicemplungkan berbagai kalangan di internet terkesan ganjil, seperti "Kematian Baudrillard tak terjadi", "Jean Baudrillard Tak Terjadi", "Baudrillard tidak ada" dan "Jean Baudrillard diselamatkan oleh simulacrumnya".


Mungkin ini semua kritik buat sang guru pascamodernisme sekaligus menunjukkan pengaruhnya pada seniman dan penulis abad ini. Komentar-komentar itu semacam permainan dari klaim Baudrillard dahulu bahwa Perang Teluk pada 1991 sebenarnya "tak terjadi".


Perang itu, dalam pandangannya, sepenuhnya sebuah peristiwa televisi yang dialami massa penonton, yang lebih mirip sebuah video game ketimbang kejadian kekerasan dan kematian yang sungguhan.


Media telah menciptakan gambaran konflik itu. Bagi Baudrillard, Presiden Irak Saddam Hussein telah menerjunkan pasukannya bukan untuk memerangi pasukan sekutu pimpinan Amerika tapi memakai kehidupan mereka untuk memulihkan kekuasaannnya.


Sedangkan Amerika menjatuhkan bom-bomnya, sebagai pernyataan murni kekuasaan dalam sebuah vakum. Tapi, kedua pasukan tak pernah bertemu. Jenderal Norman Schwarzkopf, panglima perang Amerika, "sang 'pemenang' (walau tanpa kemenangan) merayakannya dengan berpesta di Disneyland.


Tapi, kekuatan militer dan politik Saddam tak melemah, malah dia kemudian memakainya untuk menindas kaum Kurdi dan Syiah. Secara politik sedikit sekali perubahan di Irak: musuh tak kalah, pemenang tak menang, maka tak ada perang. Jadi, Pertang Teluk tak terjadi, simpul Baudrillard.


Pendapat Baudrillard, yang membuat marah banyak pihak, itu menggambarkan gagasan besarnya bahwa kita tak lagi dapat membedakan antara imitasi dan realitas, dan kita kadangkala lebih suka memilih yang imitasi karena mereka jauh lebih tampak nyata.


Dunia imitasi yang lebih tampak nyata dari kenyataan inilah yang disebut Baudrillard sebagai "hiperrealitas". Contohnya yang paling popular adalah taman impian Disneyland. Dia mengklaim bahwa keindahan abadi Disneyland "dihadirkan sebagai imajinasi untuk membuat kita percaya bahwa seluruhnya itu nyata".


Kini Baudrillard telah pergi. Siapa yang masih percaya bahwa Perang Teluk tak pernah terjadi, sejarah telah berakhir, dan dunia ini tinggal simulasi?


| THE NEW YORK TIMES | LOS ANGELES TIMES | THE ECONOMIST | KURNIAWAN


(Original article published in Ruang Baca Koran Tempo, 36th Edition, 25 March 2007)

3 comments:

  1. saya suka sekali artikel-artikel Anda. Kebetulan (atau memang sebuah kesengajaan) artikel-artikel Anda mengangkat segala hal yang membuat saya tertarik. Salam kenal bung.Mudah-mudahan kita bisa berdiskusi lebih jauh tentang banyak hal. Salam.

    ReplyDelete
  2. Terima kasih dan salam kenal juga, bung. Mari terus berkarya!

    Tabik.

    ReplyDelete
  3. Ya Baudrillard memang telah pergi, namun Spiritnya (bukan Hantunya) masih terus ada dalam diri "kita"... setidaknya untuk mereke yang memiliki cara berfikir beda! kita sering menulis dan mendengar dan membaca "berfikir beda", "melihat dari sisi yang lain", namun Boudrillard dengan tanpa banyak omong telah membuktikan dirinya dari kata "berfikir beda" dan "melihat dari sisi yang lain"...

    salam kenal

    ReplyDelete

Searching...

Custom Search